
Saat ini, kehadiran internet sangat mempermudah manusia dalam berbagai hal khususnya terkait penyampaian informasi. Internet memberikan pola lebih canggih yakni secara digital sehingga informasi dapat disampaikan tidak hanya mengandalkan surat kabar. Informasi apa pun sudah dapat diakses di mana saja dan kapan saja tanpa adanya batasan waktu dan tempat. Hal ini menjadi kekuatan bagi media untuk terus mengembangkan informasi melalui digitalisasi. Dilansir dari CNBC Indonesia, pengguna internet di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahun. Sebelum terjadinya pandemi terdapat 175 juta pengguna, hingga memasuki tahun 2022 penggunanya mencapai 210 juta orang. Ini berarti, pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sudah mencapai sekitar 77% pengguna. Sayangnya, dengan pertumbuhan pengguna internet tidak serta merta membuat semuanya berjalan dengan baik. Banyak oknum yang yang mengambil kesempatan untuk menyampaikan informasi/berita palsu. Tak jarang peredarannya pun sangat masif.
Berita palsu adalah informasi yang belum jelas kebenarannya, yang dibuat oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan disampaikan ke ranah publik sehingga orang-orang mempercayai akan hal tersebut. Tujuan dari berita palsu adalah untuk meresahkan masyarakat yang kurang kritis daya pikir dan pengetahuannya. Ini yang kemudian memunculkan berbagai polemik di masyarakat bahkan hingga menimbulkan perpecahan.
Berita palsu mudah berkembang bersamaan dengan adanya kepentingan para pihak yang mungkin merasa terganggu. Di samping itu, era teknologi saat ini membantu mempercepat tersampaikannya berita palsu. Ini karena, berita palsu dikemas seakan-akan informasinya benar, mulai dari judul, pendahuluan, isi, dan penutup pun dikemas dengan meyakinkan sehingga ketika dibagikan, orang-orang yang mendapatkannya langsung percaya. Isu-isu yang sering diangkat tidak terlepas dari ujaran kebencian, dan yang paling sering terjadi terkait politik, dan SARA. Ini yang kemudian yang menjadi tantangan bagi para media, seperti dikutip dalam inilah.com:
“Tantangannya jauh lebih berat dan pelik karena wartawan di satu sisi harus bekerja lebih cepat (tuntutan deadline), namun disisi lain di saat yang bersamaan data dan informasinya harus benar dan akurat. Kebenaran dan akurasi menjadi harga mati, agar informasi yang disajikan wartawan tidak menjadi hoax. Dengan begitu, fenomena maraknya hoax pada era sekarang harus ditanggapi oleh komunitas wartawan sebagai tantangan. Dengan meningkatkan kesigapan atau sensitivitas terhadap isu-isu yang beredar di ruang publik, peran wartawan pada dasarnya bisa mereduksi hoax”
-Bambang Soesatyo
Penyebaran berita palsu di Indonesia paling banyak terjadi melalui media sosial dengan persentase 92,40% di antaranya melalui Instagram, Facebook, ataupun Twitter, kemudian aplikasi pesan seperti WhatsApp, Telegram, ataupun Line sebanyak 62,80%, situs web sebanyak 34,90%, televisi 8,70%, dan radio 1,20%. Dalam kurun waktu 3 tahun mulai Agustus 2018 hingga awal tahun 2022, KOMINFO menemukan 9.546 berita palsu yang tersebar di berbagai platform media sosial di Internet.
Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat perlu berjuang bersama melawan penyebaran berita palsu. Terlebih, sekarang sudah terasa suasana perhelatan politik 2024 dengan dimulainya pendaftaran peserta dan deklarasi calon presiden 2024. Di situasi seperti ini, tidak sedikit oknum yang juga terlibat dalam penyebaran berita palsu. Pola penyampaian berita palsu mulanya dibagikan melalui media sosial karena media sosial memiliki pengguna yang sangat banyak. Kemudahan yang ditawarkan dalam penyampaian informasi melalui media sosial membuat informasi tidak dapat dibatasi atau di filter dengan baik. Banyaknya akun palsu dari oknum yang tidak bertanggung jawab pun menjadi bagian dari adanya berita palsu. Informasi tersebut tidak hanya dibagikan melalui media sosial saja tapi diteruskan melalui aplikasi pesan seperti WhatsApp. Inilah yang dapat menyebabkan penyampaian informasi/berita yang tidak pasti kebenarannya sehingga memicu terjadinya komentar buruk atau ujaran kebencian.
Dengan momentum hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus, sesuai dengan tema kemerdekaan Indonesia yang ke 77 yakni “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”, yang memiliki filosofi salah satunya ialah ‘sinergi dan harapan’ yang melambangkan sinergi pemerintah dan masyarakat dalam bergotong royong maka ada harapan bahwa pemerintah dan seluruh elemen masyarakat bisa bergerak berdampingan untuk memberantas berbagai berita palsu. Masyarakat harus melihat fakta pada informasi/berita yang didapatkan, sumber yang memiliki kredibilitas, dan tujuan dalam penyampaian informasi tersebut.
Sikap kritis harus dibangun oleh masyarakat agar tidak terpengaruh terkait informasi/berita yang mengandung unsur kebencian ataupun menyudutkan pihak tertentu. Tidak hanya itu, masyarakat perlu menyeleksi setiap hal-hal penting yang perlu untuk dipublikasikan dan masyarakat jangan mudah terprovokasi untuk menyebarluaskan informasi yang belum jelas kebenarannya. Masyarakat pun dapat melaporkan bila ada informasi/berita palsu melalui sarana yang ada di berbagai media sosial seperti fitur report status pada Facebook (dengan kategori ujaran kebencian/gangguan/ancaman, ataupun hal yang berkaitan lainnya), fitur feedback pada Google untuk melaporkan situs yang menyampaikan informasi palsu, fitur report pada Twitter dan Instagram untuk melaporkan tulisan yang negatif, ataupun gambar dan tayangan yang tidak benar. Kemudian, masyarakat dapat mengadukan hal-hal tersebut melalui situs web KOMINFO di https://layanan.kominfo.go.id/ atau email melalui aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Tidak hanya masyarakat, pemerintah juga harus semakin gencar mensosialisasikan aduan masyarakat melalui email dan situs web KOMINFO, memberikan respons berita palsu yang beredar di masyarakat untuk meminimalkan terjadinya keresahan dan penghalauan opini. Pemerintah juga harus terus mensosialisasikan pelanggaran terkait menyampaikan atau membagikan berita palsu dengan ancaman UU ITE agar masyarakat lebih paham dan berusaha menggunakan internet dengan bijak.